Saturday, November 27, 2010

Pasca perang antar kampung,warga Mesuji Pilih Mengungsi


Radar Lampung ,MESUJI – Upaya perdamaian yang difasilitasi kepolisian, camat dua daerah, TNI, serta Pemkab Mesuji belum sepenuhnya meredam trauma warga Kampung Wirabangun (SP 5A), Kecamatan Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, Lampung. Hingga tadi malam, ribuan warga Kampung Wirabangun memilih bertahan di pengungsian yang tersebar di tiga titik. Yakni Kampung Simpangpematang, Budiaji, dan Harapanjaya.

Mereka takut muncul serangan susulan warga Kampung Pematangpanggang, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel). Padahal hampir setiap sudut kampung dijaga polisi bersenjata lengkap dari Unit Pengendalian Massa (Dalmas) Polres Tulangbawang, Polres Lampung Timur, dan Brimobda Lampung.

’’Kami takut Mas. Belum berani pulang ke rumah. Khawatir ada serangan susulan,’’ ujar Yono (45) kepada Radar Tuba (grup Radar Lampung) saat ditemui di pengungsian Kampung Simpangpematang kemarin.

Yang diingat Yono, saat bentrok berdarah terjadi, tidak ada warga Wirabangun yang melakukan perlawanan. ’’Warga Pematangpanggang menggunakan berbagai senjata tajam. Jumlah penyerangnya ratusan. Siapa yang ditemui langsung dilukai,’’ terangnya.

Sementara, Kapolda Lampung Brigjen Pol. Sulistyo Ishak yang kemarin turun meninjau lokasi bentrokan mengaku pihaknya belum bisa menetapkan tersangka dari bentrokan tersebut. Sebab, jajarannya masih melakukan penyisiran untuk mengumpulkan bukti dan keterangan para pihak.

’’Yang pasti, saya perintahkan kepada Polres Tuba untuk segera menghentikan segala bentuk perjudian, termasuk sabung ayam. Karena menjadi pemicu dari tindakan tidak terkendali warga,’’ tegasnya usai menyaksikan perdamaian yang digelar di rumah Ngadiman (75), warga Kampung Wirabangun.

Mantan Kadivhumas Mabes Polri ini menyempatkan meninjau sejumlah rumah warga yang dibakar dan dirusak. Saat itu, dia menginstruksikan warga untuk menahan diri dan menghindari keluar rumah.

Sedangkan Kapolsek OKI AKP Arkamil mewakili Kapolres OKI AKBP Slamet Widodo dalam pertemuan mengatakan, pihaknya sudah memintai keterangan Abdul Roni, kepala Kampung Rejobinangun, yang juga dihadirkan dalam pertemuan. Terungkap, penyerangan dipicu persoalan sepele. ’’Anak saya Hasan ikut sabung ayam di sini (Wirabangun, Red). Entah bagaimana ceritanya, warga Wirabangun mengeroyoknya hingga tewas,’’ tutur Abdul Roni.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan dan Sosial Mesuji Anindito Widianto menjelaskan, hingga kemarin pihaknya masih memvalidasi pendataan para korban dan pengungsi. ’’Nantinya pemerintah daerah berupaya memberikan bantuan kepada pengungsi yang saat ini tersebar di beberapa kampung,’’ singkatnya.

Bentrok dua kampung di perbatasan Lampung dan Sumsel itu mendapat kecaman DPRD Mesuji. ’’Ini disebabkan lemahnya pemerintah daerah dalam menjalin dan menjalankan koordinasi dengan Pemkab OKI. Seharusnya bentrokan ini tidak perlu terjadi,’’ pungkas Wakil Ketua DPRD Mesuji Edi Anwar.

Korban Dimakamkan di Luar Kampung

Tiga korban tewas warga Wirabangun kemarin dimakamkan. Mereka adalah Suliyanto (25), Ganong (37), dan Sumijan (48). Namun, para keluarga korban memilih memakamkan jenazah di luar kampung mereka, yakni di Kampung Simpangpematang.

’’Sampai hari ini (kemarin, Red) keamanan di kampung kami belum memungkinkan,’’ terang Herman, kerabat Suliyanto, berkaca-kaca.

Prosesi pemakaman juga dihadiri Sekretaris Kabupaten Mesuji Agus Salim.

’’Ini cobaan bagi kita. Untuk keluarga yang ditinggalkan agar tabah dan dapat memetik hikmah dari kejadian tersebut. Ke depan, kita berharap kejadian serupa tidak terulang,’’ ujarnya.

Diketahui, ratusan warga Kampung Pematangpanggang menyerang warga Wirabangun pukul 15.45 WIB Kamis (25/11).

Akibatnya, empat warga tewas, tiga warga luka parah, serta dua unit sepeda motor dan dua rumah milik warga Wirabangun hangus dibakar.

Meski berhasil diredam 120 personel Unit Dalmas Polres Tuba sejak pukul 17.55 WIB, suasana di perbatasan kedua kampung masih mencekam. Hingga Kamis malam, polisi masih mengumpulkan keterangan dan barang bukti.

Dari penelusuran Radar Lampung, peristiwa mengenaskan itu bermula dari tewasnya Hasan (17), warga Kampung Rejobinangun, Kecamatan Pematangpanggang.

Dari kejadian itu, massa yang berasal dari Pematangpanggang tidak terima. Mereka pun mendatangi Kampung Wirabangun untuk mencari pembunuh Hasan. Satu per satu rumah warga Wirabangun di-sweeping.

Karena tidak menemukan pembunuh Hasan, massa mulai bertindak anarkis dengan merusak dan membakar apa yang ditemui. Bentrok tak terelakkan. Tiga warga Kampung Wirabangun tewas. Mereka adalah Suliyanto, Ganong, dan Sumijan.

Sedangkan tiga warga luka berat dan kini dirawat di Puskesmas Simpangpematang adalah Sugiman (58), Agus Sucipto (17), serta Tumijan (50).

Pemicunya Multifaktor

BENTROK antarkampung yang terjadi di Lampung beberapa pekan ini disebabkan permasalahan yang kompleks. Ada banyak alasan yang menyebabkan masyarakat terpaksa menempuh jalan kekerasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung Dr. Edy Rivai mengatakan, permasalahan kompleks yang mendorong hal tersebut antara lain karena faktor ekonomi, budaya, agama, dan politik. Jalur konflik yang dipilih juga dapat dilakukan orang per orang ataupun antarkelompok masyarakat.

’’Sebenarnya itu bisa diubah karena karakter orang Lampung itu mau terbuka dan menerima perubahan atau nemui nyimah yang menjadi salah satu landasan hidup piil pesenggiri yang dianut mereka,” ujar Edy kepada Radar Lampung kemarin.

Kalaupun sampai terjadi bentrok, lanjutnya, itu karena kondisi yang memaksa. Seperti latar belakang kemiskinan dan pendidikan. ’’Mereka yang miskin dipaksa memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga akan melakukan apa saja. Apalagi ditambah tingkat pendidikan yang rendah sehingga apa yang dilakukan tanpa pemikiran yang panjang,’’ ujar ahli hukum pidana ini.

Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat sehingga menyebabkan kekerasan itulah yang mengakibatkan orang Lampung berpenampilan kasar. Padahal dalam adat dan budaya Lampung sebenarnya diajarkan budaya yang baik. Salah satunya bergotong royong.

Terpisah, untuk bentrok antarkampung, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menegaskan, pemprov tidak harus turun langsung ke lapangan.

’’Karena sudah ada pihak yang menangani, misalnya kepolisian dan pamong-pamong di tingkat bawah. Seperti pada kerusuhan yang terjadi di dua daerah, baik Lampung Timur maupun Mesuji. Bahkan baru saja Kapolda melaporkan kepada saya bahwa kondisi di lokasi kerusuhan sudah dapat dikuasai,’’ katanya kemarin.

Ia menyebutkan, para pamong mulai camat, kepala desa, hingga kepala dusun adalah pihak-pihak yang paling tepat dan paham bagaimana menyelesaikan bentrokan massa. ’’Karena itu, baik Kades, camat, maupun lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD) dan juga unsur pemuda di desa harus sering bertemu untuk menemukan formula yang tepat tentang bagaimana cara mengamankan kampungnya. Dan jika ada kerusuhan, mereka juga yang harus mencari tahu penyebabnya. Nah, penyebab itulah yang harus diatasi,” ujar Oedin, sapaan akrab Sjachroedin.

Kendati tidak langsung turun guna melakukan upaya penyelesaian, Pemprov Lampung melalui Badan Kesbangpol dan Linmas terus melakukan upaya pembinaan. ’’Kesbangpol dan Linmas provinsi secara rutin melakukan pembinaan kepada para pamong dan pemuda. Misalnya mengenai wawasan kebangsaan,” tegasnya. (dna/tru/c1/ary/rnn/gan/hsb)